HAL HAL SERU SAAT DI AMBON


(Oleh : Johanes Ayal)


Bagi banyak orang kota Ambon identik dengan dua hal, musik dan pantai. Itu benar. Makanya kalau tiba di bandara Pattimura Ambon, tak jauh setelah keluar dari bandara kita akan melihat tulisan besar ‘Ambon The City Of Music’ yang menghadap ke laut. Laut.

Laut dan pantainya indah semua! September lalu sambil mengisi sebuah workshop film di Kota Ambon, saya sempat jalan-jalan sedikit. Berikut ini lima hal seru yang bisa kamu lakukan meski cuma punya waktu 2 hari di Ambon:

1. Pantai
Main di pantai Natsepa dan makan rujak segar yang sangat terkenal itu. Rujak di pantai Natsepa ini sangat terkenal karena bumbu kacangnya yang tidak diulek halus, masih menyisakan kacang tanah cincang yang krenyes-krenyes gitu. Saat saya mencicipinya, nyaris saya jilati piring rujaknya, saking nggak bisa berenti menikmati bumbunya. Letaknya yang mudah dijangkau membuat pantai ini populer di kalangan warga Ambon sehingga di sore hari cenderung ramai.

Kalau ingin pantai yang lebih sepi, ke pantai Liang deh, sekitar 40 menit perjalanan naik mobil dari kota Ambon ke arah Tulehu. Menuju ke sini bisa naik ojek seharga Rp 50.000 atau kalau beramai-ramai lebih praktis menyewa mobil secara harian di Ambon. Pantai ini akan memanjakan matamu dengan pasir lembut dan air laut jernih berwarna torquise alias kehijauan. Di tengah bentangan pantai ini ada dermaga panjang yang pas banget buat foto-foto. Kalau sudah berada di pantai, menciptakan foto keren itu wajib hukumnya! Mendung yang gelap menggantung tidak menyurutkan semangat kami untuk foto-foto
Masuk ke area pantai Liang perlu membayar biaya retribusi Rp 10.000 untuk 5 orang dalam tim kami. Jumlah segitu tentu tidak mahal. Dalam hati saya berharap, semoga uang retribusi dari para pengunjung ini dipakai untuk menjaga kebersihan pantai, misalnya dengan menyediakan tempat sampah dan menggaji petugas kebersihan. Namun saya sedikit kecewa melihat botol dan gelas plastik bekas minuman serta styriofoam bekas pop-mie bertebaran mengotori pasir pantai. Jadi siang itu sesampainya di pantai Liang, saya dan teman teman saya mengumpulkan sampah sejauh bentangan pantai yang sanggup kami jelajahi, sekitar 1 km. Kami melakukannya dengan santai dan gembira. Anggap saja berburu harta karun. Hasilnya? Tiga kantong besar sampah plastik!


2. Morea
Apakah Morea itu? Dia adalah sejenis belut raksasa, licin dan tampangnya cukup menakutkan tapi jinak!
Di tengah desa ini ada mata air yang bening banget, dan tetap jernih meskipun warga desa tiap hari mandi dan mencuci di sini. Nah, di balik bebatuan di mata air ini hiduplah sekawanan Morea sang belut raksasa itu. Siang itu cuma ada seekor Morea yang berbaring malas-malasan di dasar danau. Ternyata untuk memanggil Morea keluar dari bawah tanah, itu harus pakai pawang! Nah, muncullah seorang om-om, kita sebut saya om Pawang, datang dengan 4 butir telur ayam. Om Pawang ini mengajak kita nyebur dan manggil Morea. Di antara kami berempat, cuma saya dan Fandi yang nyebur. Teman kami, Tata, menolak dengan nada suara antara ngeri atau jijik gitu. Hehehe… Hellena sih alesannya “Waktu kecil udah pernah!” Jujur aja saya sebenarnya ngeri juga, Morea-nya besar, licin dan tampangnya galak gitu bok! Tapi udah jauh-jauh ke desa Waai masa gak foto bareng Morea? Jadi, dengan membulatkan tekad, saya nyebur menyusul Fandi yang udah setengah berenang di sungai itu.
Om Pawang pun memanggil Morea-morea itu dengan bisikan syahdu… satu ekor… dua ekor… tiga ekor… lalu empat ekor Morea muncul dari dalam tanah di dasar sungai. Saya bayangkan ada sungai di di bawah tanah dan ada kerajaan Morea di bawah sana. Om Pawang pun memecah telur ayamnya, meneteskan sedikit untuk memancing nafsu makan Morea itu… Benar saja, seekor Morea langsung mendekati om Pawang, ibaratnya kucing, dia ndusel-ndusel di kaki. Cuma ini nduselnya liciiiiiin banget!! Persis belut. Om Pawang memberi aba-aba, “Nanti kalau beta kasih ini telurnya, kalian angkat dia ya!”
Hah?!? APA?! Disuruh ngangkat belut raksasa ini?
Buseeeet…. saya pas mengelus-elus badannya aja udah geli-geli licin gimanaaaa gitu! Alhasil Morea pertama lolos tanpa sempat kami angkat. Tapi Om Pawang terus menyemangati kami. Dia mengulang prosedur yang sama dengan Morea lain. Telur kedua pun pecaah. Saya dan Fandi berusaha mengangkat si Morea… tapi liciiiin… dan kami GAGAL!!! Pedih. Pedih tapi geli gitu… Coba lagi dengan Morea ketiga, tetap licin!! Duh, jadi sebenarnya belut ini bisa diangkat gak sih?
Akhirnya saya dan teman saya bertekad baja bahwa percobaan ke-4 harus berhasil! Maka kami merapal mantra, Om Pawang memecah telur. Yak, angkat!!! Akhirnya! Meskipun saya cuma kebagian perut dan buntut tapi lumayanlah. Nanti saya bisa cerita ke anak-cucu kalau pernah mengangkat belut raksasa. Tapi ada bagusnya Hellena dan Tata nggak terjun ke kali, mereka jadi bisa bikin foto dan video adegan licin-licin basah itu.

3. Nasi Kuning
Jangan mengaku pernah ke Ambon kalau belum makan nasi kuningnya! Nasi kuning ini banyak dijual di pinggir jalan kalau malam hari.Atas rekomendasi seorang teman, di antara puluhan warung nasi kuning, yang enak adalah nasi kuning dendeng yang di seberang hotel Amaris agak geser sedikit. Malam itu, kami berjalan kaki ke sana dan begitu sampai di lokasi, antreannya sudah panjang! Kebanyakan pembelinya datang naik motor, lalu beli beberapa bungkus untuk dibawa pulang. Lauknya sayur acar dan pilihan ikan, telur, dendeng atau ayam. Sambil mengantri saya mengamati, lauk yang paling laris adalah ikan sambal. Jadi ikannya dimasak dalam kuah kental dan pedas. Tapi saya sudah ngiler melihat suiran dendeng sapinya yang juga diberi cabe merah.
Kami pun duduk di trotoar menikmati nasi kuning dendeng ini… rasanya? Sedap sampai langit ketujuh! Serius. Untuk sejenak saya lupakan food combining, karena nasi dan protein hewani bukanlah paduan yang serasi. Demi sepiring kenikmatan surgawi ini… pelan-pelan saya kunyah, menikmati setiap sensasi bumbu rempahnya… hingga isi piring pun tandas!

4. Kopi kenari
Ambon terkenal sebagai penghasil kenari sejak jaman dulu, sampai minum kopi pun ditaburi irisan tipis kacang kenari yang sudah disangrai. Jadi irisan kacang yang tipis-tipis sedap itu akan mengambang di atas cangkir kopi atau kopi susu sesuai pesanan kita. Bisa juga pesan kopi kenari jahe, biar badan lebih hangat. Rasanya? Krenyes-krenyes sedikit gurih, memperkaya rasa kopinya yang memang sedap betul. Kenikmatan dalam secangkir kopi ini dapat kamu cicipi di kedai kopi Sibu-sibu di jalan Said Perintah, Ambon. Dinding kafe ini penuh dengan foto dan poster musisi Ambon dari jaman baheula, seiring dengan alunan lagu-lagu Ambon dari pengeras suara. Atmosfer jadul ini memberi suasana yang khas.
Sebuah kedai kopi lain yang juga enak adalah Kedai Kopi Joas di ruas jalan yang sama, Jl Said Perintah. Selain kopinya sedap, tempatnya juga menyenangkan. Pemiliknya, Bung Joas, meracik sendiri kopi di warung ini yang diambil dari biji kopi asli Ambon. Bisa pesan kopi hitam yang aromanya bikin merem-melek atau kopi susu buat yang suka manis. Sebagai teman minum kopi, kita bisa memilih aneka snack khas Ambon, seperti gogos, namu-namu, kue labu, atau sukun goreng yang gurih dan renyahnya pas!

5. Amahusu
Sudah minum kopi kenari, sudah makan nasi kuning, lalu ngapain lagi di Ambon? Main ke pantai lagi! Hahaha… serius. Soalnya banyak pantai yang bagus, jadi gimana dooong… Berlawanan arah dengan pantai Liang, ada pantai Amahusu yang tepat di tepiannya ada rumah makan Tirta. Di sini bisa duduk-duduk sambil makan singkong gorengnya yang luarnya renyah, dalamnya lembuuuut banget! Dagurih. Duh, pokoknya di sinilah saya merasakan singkong goreng paling endeeeesss sejagat raya! Oya, sunset di pantai ini epic!
Demikian ulasan singkat yang dapat saya sampaikan tentang Hal Hal Seru Saat Di Ambon


Komentar

Postingan Populer